Jumat, 05 Juni 2015

BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL

Pengertian Bimbingan Pribadi - Sosial
 
Bimbingan merupakan upaya untuk membantu individu  berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya secara bertahap dalam proses yang matang. Rochman Natawidjaja (Syamsu Yusuf, 2009: 38) mengartikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. 

 W.S. Winkel  (1991: 124) mendefinisikan bimbingan sebagai pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup. 

Moh. Surya (1988:36) mengemukakan bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. 

Senada dengan pendapat M.Surya, Prayitno (1987:35) mengemukakan : 

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup 5 fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang mandiri yaitu
  1. Mengenal diri sendiri dan lingkungan, 
  2. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, 
  3. Mengambil keputusan, 
  4. Mengarahkan diri, 
  5. Mewujudkan diri.

Berdasarkan definisi-definisi bimbingan yang telah  dipaparkan, dapat disimpulkan yaitu :
  1. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu secara kontinyu dan sistematis, 
  2. Bertujuan untuk membantu proses pengembangan potensi diri melalui pola-pola sosial yang dilakukannya sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Pola-pola sosial yang dimaksudkan adalah pola-pola dimana individu tersebut dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.

Bimbingan pribadi merupakan upaya untuk membantu individu dalam menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dam mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Sementara bimbingan sosial merupakan upaya untuk membantu individu dalam mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan tanggung jawab. Bimbingan pribadi-sosial berarti upaya untuk membantu individu dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi konflik-konflik dalam diri dalam upaya mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta upaya membantu individu dalam membina hubungan sosial di  berbagai lingkungan (pergaulan sosial) (Yusuf, 2009: 53-55). 

Pada dasarnya bimbingan tidak hanya berfungsi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi individu (kuratif), melainkan memiliki fungsi lain yaitu sebagai upaya pencegahan  (preventif) dan pengembangan  (developmental). Lynn Bullard (Syamsu Yusuf, 1998:78) mengungkapkan untuk melakukan reformasi (pembaharuan) program bimbingan dan konseling secara tepat, maka layanan-layanannya harus diintegrasikan ke dalam program-program yang berorientasi pengembangan, yang membantu para siswa mengembangkan dan mempraktekkan kompetensi-kompetensinya. 

Bimbingan dan konseling
 yang berorientasi pengembangan tidak hanya berfungsi untuk membantu individu ketika permasalahan muncul, melainkan lebih kepada sebelum permasalahan terjadi dan upaya membantu individu mencapai  self developmental dan self realization. Individu dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan, (A.K. Nayak,1997: 5). 

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2005 : 11) merumuskan bimbingan pribadi-sosial sebagai suatu upaya membantu individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan keadaan psikologis dan sosial klien, sehingga individu memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinnya. 

Bimbingan pribadi-sosial juga sebagai upaya pengembangan kemampuan peserta didik untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah pribadi-sosial dengan cara menciptakan lingkungan interaksi pendidikan yang kondusif, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap positif, serta dengan mengembangkan kemampuan pribadi-sosial. 

Berdasarkan berbagai pengertian yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan bimbingan pribadi-sosial merupakan upaya layanan yang diberikan kepada siswa agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialaminya, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, sehingga mampu membina hubungan sosial yang harmonis di lingkungannya. Bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan system pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta kemampuan-kemampuan pribadi sosial yang tepat.  


b.  Tujuan Bimbingan Pribadi-Sosial 

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2005:14), merumuskan beberapa tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial sebagai berikut : 
  1. memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam  kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
  2. memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing. 
  3. memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. 
  4. memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis.  
  5. memiliki sifat positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain. 
  6. memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat. 
  7. bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. 
  8. memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam  bentuk komitmen, terhadap tugas dan kewajibannya. 
  9. memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk persahabatan, persaudaraan atau silaturahmi dengan sesama manusia. 
  10. memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun orang lain. 
  11. emiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

Juntika Nurihsan (2003 : 9) menyatakan tujuan bimbingan pada akhirnya membantu individu dalam mencapai:
  1. Kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan, 
  2. Kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, 
  3. Hidup bersama dengan individu-individu lain, dan 
  4. Harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimilikinya. Dapat disimpulkan tujuan bimbingan pribadi pribadi sosial yang harus dikembangkan dalam program layanan bimbingan dan konseling adalah memfasilitasi siswa dalam mengarahkan pemantapan kepribadian serta mengembangkan kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi dan sosial siswa.
 

c.  Fungsi Bimbingan Pribadi-Sosial 


Fungsi dalam bimbingan pribadi-sosial yang diungkapkan oleh Totok (Rima Puspita, 2007:47-49), yaitu : 
  1. Berubah menuju pertumbuhan. Pada bimbingan pribadi-sosial, konselor secara berkesinambungan memfasilitasi individu agar mampu menjadi agen perubahan (agent of change) bagi dirinya dan lingkungannya. Konselor juga berusaha membantu individu sedemikian rupa sehingga individu mampu menggunakan segala sumber daya yang dimilikinya untuk berubah.
  2. Pemahaman diri secara penuh dan utuh. Individu memahami kelemahan dan kekuatan yang ada dalam dirinya, serta kesempatan dan tantangan yang ada diluar dirinya. Pada dasarnya melalui bimbingan pribadi sosial diharapkan individu mampu mencapai tingkat kedewasaan dan kepribadian yang utuh dan penuh seperti yang diharapkan, sehingga individu tidak memiliki kepribadian yang terpecah lagi dan mampu mengintegrasi diri dalam segala aspek kehidupan secara utuh, selaras, serasi dan seimbang. 
  3. Belajar berkomunikasi yang lebih sehat. Bimbingan pribadi sosial dapat berfungsi sebagai media pelatihan bagi individu untuk berkomunikasi secara lebih sehat dengan lingkungannya. 
  4. Berlatih tingkah laku baru yang lebih sehat. Bimbingan pribadi-sosial digunakan sebagai media untuk menciptakan dan berlatih perilaku baru yang lebih sehat. 
  5. Belajar untuk mengungkapkan diri secara penuh dan utuh. Melalui bimbingan pribadi-sosial diharapkan individu dapat dengan spontan, kreatif, dan efektif dalam mengungkapkan perasaan, keinginan, dan inspirasinya. 
  6. Individu mampu bertahan. Melalui bimbingan pribadi-sosial diharapkan individu dapat bertahan dengan keadaan masa kini, dapat menerima keadaan dengan lapang dada, dan mengatur kembali kehidupannya dengan kondisi yang baru. 
  7. Menghilangkan gejala-gejala yang disfungsional. Konselor membantu individu dalam menghilangkan atau menyembuhkan gejala yang menggangu sebagai akibat dari krisis.

2.  Program Bimbingan Pribadi-Sosial
a.  Definisi Program 
 
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru pembimbing atau konselor sekolah adalah mengelola program bimbingan dan konseling, yaitu: merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan merancang tindak lanjut atau mendesain perbaikan atau pengembangan program bimbingan dan konseling (Yusuf, 2009: 68-69). 

Program dalam layanan bimbingan dan konseling merupakan rencana menyeluruh dari aktivitas suatu lembaga atau unit yang berisi layanan-layanan yang terencana beserta waktu pelaksanaan dan pelaksananya (Mappiare, 2006:254). 

Dalam konteks bimbingan dan konseling, program bimbingan dan konseling terintegrasi dengan kurikulum yang mendukung pencapaian visi dan misi sekolah, seperti ditegaskan oleh Gysbers & Handerson (Muqodas, 2011) bahwa “...true comprehensive, developmental school counseling programs are well integrated into a curriculum that supports the mission of the school  district, and complement the existing academic programs.” 

Borders & Durry (Muqodas, 2011: 5) menyatakan program bimbingan dan konseling perkembangan adalah program yang bersifat proaktif, preventif, dan bersifat mengarahkan dalam proses membantu seluruh  siswa menemukan pengetahuan, kemampuan,  self-awareness, dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam proses perkembangan individu. 

Dari berbagai definisi para ahli, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan program bimbingan dan konseling adalah serangkaian rencana kegiatan layanan yang disusun secara sistematis, terencana, dan terarah berlandaskan pada analisis kebutuhan siswa, guna mencapai dan memfasilitasi perkembangan siswa secara optimal serta untuk menunjang pencapaian tujuan, visi dan misi sekolah. 

b.  Prinsip-prinsip dalam Pengembangan Program 

Program bimbingan berisikan sejumlah kegiatan layanan bimbingan. Suatu program bimbingan merupakan suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Program bimbingan yang dikembangkan menjadi pedoman yang pasti dan jelas bagi tenaga pembimbing di sekolah sehingga kegiatan bimbingan di sekolah dapat terlaksana dengan lancar, efektif, efisien serta dapat dilakukan evaluasi baik terhadap program, proses maupun hasil. Program bim bingan yang disusun secara baik  dan matang tentu saja akan memberikan banyak keuntungan, yaitu baik bagi siswa yang mendapatkan layanan maupun bagi guru pembimbing atau staf bimbingan yang melaksanakannya. 

Ciri-ciri program bimbingan yang baik menurut Miller (Uman Suherman dan 

Dadang Sudrajat, 1998 : 23), yaitu : 
  1. Disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan nyata siswa.
  2. Diatur menurut skala prioritas berdasarkan kebutuhan siswa. 
  3. Dikembangkan secara berangsur-angsur dengan melibatkan semua unsur petugas. 
  4. Mempunyai tujuan yang ideal tetapi realistis. 
  5. Mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan di antara semua staf pelaksana. 
  6. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. 
  7. Penyusunannya disesuaikan dengan program pendidikan dan pengajaran di sekolah yang bersangkutan. 
  8. Memberikan kemungkinan pelayanan kepada seluruh siswa. 
  9. Memperlihatkan peran yang penting dalam menghubungkan sekolah dengan masyarakat. 
  10. Berlangsung sejalan dengan proses penilaian baik mengenai program, kemajuan siswa yang dibimbing, dan kemajuan pengetahuan, kemampuan serta sikap para petugas pelaksananya. 
  11. Menjamin keseimbangan dan kesinambungan pelayanan bimbingan.

Dewa Ketut dan Desak Made (1990:14-16) mengemukakan beberapa keuntungan yang diperoleh dengan program bimbingan yang terencana, yaitu : 
  1. Tujuan setiap langkah bimbingan akan lebih jelas.
  2. Setiap petugas bimbingan akan menyadari peranan dan tugasnya. 
  3. Penyediaan fasilitas akan lebih sempurna. 
  4. Pemberian pelayanan lebih teratur dan memadai. 
  5. Memungkinkan lebih eratnya komunikasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan kegiatan bimbingan. 
  6. Adanya kejelasan kegiatan bimbingan di antara keseluruhan kegiatan program sekolah.

Pengembangan program bimbingan di sekolah memegang  peranan penting dalam rangka keberhasilan pelaksanaan layanan bimbingan di sekolah. Pengembangan program bimbingan di sekolah, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu : 
  1. Karakteristik para peserta didik serta kebutuhan akan bimbingan dan konseling.
  2. Dasar dan tujuan lembaga pendidikan bersangkutan. 
  3. Kemampuan lembaga dalam menyediakan dana dan fasilitas yang diperlukan. 
  4. Lingkup sasaran dan prioritas kegiatan. 
  5. Jenis kegiatan dan layanan yang perlu diprioritaskan. 
  6. Ketersediaan tenaga profesional untuk melaksanakan  kegiatan bimbingan dan konseling.

c.  Komponen Program 
Komponen program (Rambu-Rambu Penyelengaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, 2008 : 224) dipaparkan sebagai berikut:  
1)  Layanan dasar 

a)  Bimbingan Klasikal 
 Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan siswa di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa. Kegiatan bimbingan klasikal dapat berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat). 

b)  Pelayanan Orientasi 
 Pelayanan orientasi merupakan kegiatan yang memungkinkan siswa dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru,terutama dengan lingkungan sekolah. Pelayanan orientasi di sekolah biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi pelayanan orientasi  di sekolah biasanya mencakup organisasi sekolah, staf dan guru-guru, kurikulum, program bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana dan prasarana, dan tata tertib sekolah. 

c)  Pelayanan Informasi 
 Layanan pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi siswa melalui komunikasi langsung maupun komunikasi tidak langsung (melalui media cetak dan elektronik yang meliputi: buku, brosur, majalah dan internet). 

d)  Bimbingan Kelompok 
 Layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d 10 orang). Bimbingan kelompok ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat siswa. Topik yang didiskusikan  dalam bimbingan kelompok adalah masalah-masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia. 


e)  Pelayanan Pengumpulan Data 
 Pelayanan pengumpulan data merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi siswa dan lingkungannya. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes. 


2)  Layanan responsif 

a)  Konseling individual dan kelompok 
 Pemberian layanan konseling ditujukan untuk membantu konseli yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui konseling, konseli dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. 

b)  Referal (rujukan atau alih tangan) 
Konselor yang kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater,  dokter, kepolisian dan banyak lainnya. 

c)  Kolaborasi dengan guru mata pelajaran dan wali kelas 
Konselor berkolaborasi dengan guru mata pelajaran dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang konseli, memecahkan masalah konseli, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang perlu dilakukan. 

d)  Kolaborasi dengan orang tua 
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan orang tua, karena proses bimbingan tidak hanya terjadi di sekolah saja melainkan juga di rumah. Melalui kerjasama memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antara konselor dengan orang tua siswa dalam upaya mengembangkan potensi konseli atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi konseli. 

e)  Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah 
Konselor perlu menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan mutu pelayanan bimbingan. 

f)  Konferensi kasus 
Konfrensi kasus merupakan kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan dalam memecahkan masalah konseli. 

g)  Kunjungan rumah 
Kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang konseli tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya menyelesaikan masalahnya. 


3)  Perencanaan Individual  
Konselor membantu konseli menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan. Melalui perencanaan individual, siswa memiliki pemahaman, penerimaan, dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif. Fungsi konselor dalam perencanaan individual meliputi pemberian pertimbangan, penempatan dan penilaian individual.  Pada perencanaan individual, siswa menggunakan informasi yang diperolehnya untuk : 1) merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya, 2) melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan  3) mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya. 

4)  Dukungan Sistem 
Dukungan sistem kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional (hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat), manajemen program, penelitian dan pengembangan.  


Penyesuaian Sosial Siswa Berdasarkan  Gender  dan Implikasinya bagi Program Bimbingan Pribadi-Sosial 

1.  Penyesuaian Sosial Siswa Berdasarkan Gender 

Schneiders (1964: 454-455) menyatakan ”Social adjustment signifies the capacity to react efectively and wholesomely to social realities, situation, and relation so that the requirements for social living are fulfilled in acceptable and satisfactory manner”. 

Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial, situasi, dan relasi sosial dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan sesuai ketentuan dalam kehidupan sosial. 

Selain itu, penyesuaian didefinisikan juga sebagai  proses yang mencakup respon mental dan perilaku di dalam mengatasi tuntutan sosial yang membebani dirinya dan dialami dalam relasinya dengan lingkungan sosial (Schneiders, 1964: 454). 

Selanjutnya, Callhoun dan Accocella (Fauziah: 2004: 30) mendefinisikan bahwa penyesuaian sosial sebagai interaksi yang kontinyu dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia atau lingkungan sekitar. Sedangkan  menurut Mu’tadin (2002: 3), penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. 

Berdasarkan beberapa definisi penyesusian sosial di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud penyesuaian sosial adalah kemampuan individu dalam mereaksi tuntutan-tuntutan sosial secara tepat dan wajar. 

Holmberg & MacKenzie (Nicole A. Healy, Tammy H. Scheidegger, Amy L. Ridley Meyers, and Karen Friedlen, 2009: 5) mengemukakan bahwa “relationship beliefs play a role in developing what an individual’s ideal relationship looks like. Senada dengan pendapat Holmberg & MacKenzie, Fletcher, Thomas & Simpson 

(Nicole A. Healy, Tammy H. Scheidegger, Amy L. Ridley Meyers, and Karen Friedlen, 2009: 5) mengungkapkan bahwa “the ideal relationship provides insight about a person’s actual relationship in three ways: an estimation and evaluation of quality, regulation and accompanying adjustments, and enhanced understanding of events of the relationship. 

Senyshyn et al. (Nicole A. Healy, Tammy H. Scheidegger, Amy L. Ridley Meyers, and Karen Friedlen, 2009: 6) mengemukakan bahwa “...Males were more satisfied and confident and had fewer difficulties  than females,  The process of adjustment appears to be gradual.” 

Kemampuan penyesuaian sosial siswa dalam penelitian ini dibandingkan berdasarkan perbedaan  gender, yang dimaksud  gender dalam penelitian ini adalah jenis kelamin. Perbandingan tersebut menyangkut aspek kemampuan siswa menjalin hubungan persahabatan dengan teman di sekolah, kemampuan siswa bersikap hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah yang lainnya, parisipasi aktif siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah, dan siswa bersikap hormat dan mau menerima peraturan sekolah. 

Data-data yang didapatkan dari hasil penyebaran instrumen kepada siswa dijadikan acuan dalam mengembangkan program bimbingan dan konseling pribadi-sosial. Secara eksplisit layanan bimbingan bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dan menyelesaikan masalahnya (Yusuf, 2009: 49). Salah satunya meliputi bidang pribadi-sosial. Bimbingan pribadi-sosial bertujuan untuk membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangan pribadi-sosialnya serta mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi, baik yang bersifat pribadi, maupun sosial. 

Surya (1988: 47) mengemukakan pengertian bimbingan pribadi-sosial sebagai bimbingan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial seperti masalah pergaulan, penyelesaian konflik, penyesuaian diri, dan sebagainya. 

Selanjutnya Winkel (1991: 124) mengungkapkan bimbingan pribadi-sosial merupakan proses bantuan yang menyangkut keadaan batinnya sendiri, dan yang menyangkut hubungan dengan orang lain.  

Dalam bidang pribadi, membantu siswa menemukan dan  mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap, dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Sedangkan dalam bidang sosial, membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan (Yusuf, 2009: 50). 

Berdasarkan beberapa pemaparan mengenai definisi bimbingan pribadi-sosial di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan layanan yang diberikan kepada siswa agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialaminya, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, sehingga mampu membina hubungan sosial yang harmonis di lingkungannya. 

Berdasarkan Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (2007: 14), tujuan bimbingan dan konseling dalam bidang pribadi-sosial adalah untuk membantu siswa agar; 
  1. memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun pergaulan dengan teman sebaya;
  2. memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing; 
  3. memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut; 
  4. memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara obyektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik psikis maupun fisik; 
  5. memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain; 
  6. bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya; 
  7. memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara tepat dan sehat; 
  8. memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam  bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya; 
  9. memiliki kemampuan berinteraksi sosial yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahmi dengan swsama manusia; 
  10. memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik, baik yang bersifat internal maupun dengan orang lain; 
  11. memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan secara efektif.

Selasa, 16 September 2014

KONSEP EVALUASI / EVALUASI BK

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah 
Sebagai suatu sistem, program layanan bimbingan dan konseling tentunya meliputi beberapa hal di antaranya yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Dalam hal ini ketiga hal tersebut senantiasa saling berkaitan dan berkesinambungan.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa suatu hasil senantiasa dipengaruhi oleh perencanaan, begitu pun pelaksanaan juga memiliki peran yang sangat dominan. Selain itu, kedua hal tersebut akan terlihat manakala proses evaluasi berjalan dengan baik. Dengan demikian, evaluasi dari pelaksanaan program layanan bimbingan ini hendaknya dipersiapkan dengan seksama.
Paparan tersebut menunjukkan bahwa begitu pentingnya peranan evaluasi pada pelaksanaan layanan bimbingan. Hal tersebut pula yang menjadi latar belakang dari makalah ini dengan judul “evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling”.
B.       Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini didasarkan pada suatu permasalahan mengenai evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut ini.
1.      Apa yang dimaksud dengan evaluasi bimbingan dan konseling itu?
2.      Apa yang menjadi tujuan dilakukannya evaluasi layanan bimbingan dan konseling itu?
3.      Apa saja yang menjadi fungsi evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling itu?
4.      Apa saja yang menjadi objek evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling itu?
5.      Apa yang menjadi keharusan melaksanakan evaluasi bimbingan dan konseling itu?
C.  Tujuan
Sesuai dengan apa yang terdapat dalam latar belakang masalah, rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang konsep evaluasi BK.
2.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang pengertian evaluasi BK.
3.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang tujuan evaluasi BK.
4.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang fungsi evaluasi BK.
5.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang Objek evaluasi BK dan keharusan melaksanakan evaluasi BK.


BAB II
KONSEP EVALUASI / EVALUASI BK
Pengertian Evaluasi
     Apa itu Evaluasi ..............???
     Evaluasi yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Evaluation. Secara umum, pengertian evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh. Dalam pengertian yang lain, evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Wrightstone, dkk (1956) yang mengemukakan bahwa pengertian evaluasi adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan ke arah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan. 
Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu yang didasarkan pada kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi. Sebagai contoh evaluasi proyek, kriterianya adalah tujuan dan pembangunan proyek tersebut, apakah tercapai atau tidak, apakah sesuai dengan rencana atau tidak, jika tidak mengapa terjadi demikian, dan langkah-langkah apa yang perlu ditempuh selanjutnya. Hasil dari kegiatan evaluasi adalah bersifat kualitatif. Sudijono (1996) mengemukakan bahwa pengertian evaluasi adalah interpretasi atau penafsiran yang bersumber pada data kuantitatif, sedang data kuantitatif merupakan hasil dari pengukuran.  
      Proses evaluasi 
    Pada umumnya memiliki tahapan-tahapannya sendiri. Walaupun tidak selalu sama, tetapi yang lebih penting adalah bahwa prosesnya sejalan dengan fungsi evaluasi itu sendiri. Berikut ini dipaparkan salah satu tahapan evaluasi yang sifatnya umum digunakan.

Menentukan apa yang akan dievaluasi.  
     Dalam bidang apapun, apa saja yang dapat dievaluasi, dapat mengacu pada suatu program kerja. Di sana banyak terdapat aspek-aspek yang sekiranya dapat dan perlu dievaluasi. Tetapi, umumnya yang diprioritaskan untuk dievaluasi adalah hal-hal yang menjadi key-success factors-nya

Merancang (desain) kegiatan evaluasi. 
     Sebelum evaluasi dilakukan, harus ditentukan terlebih dahulu desain evaluasinya agar data apa saja yang dibutuhkan, tahapan-tahapan kerja apa saja yang dilalui, siapa saja yang akan dilibatkan, serta apa saja yang akan dihasilkan menjadi jelas.

Pengumpulan data. 
    Berdasarkan desain yang telah disiapkan, pengumpulan data dapat dilakukan secara efektif dan efisien, yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
      Pengolahan dan analisis data. 
     Setelah data terkumpul, data tersebut diolah untuk dikelompokkan agar mudah dianalisis dengan menggunakan alat-alat analisis yang sesuai, sehingga dapat menghasilkan fakta yang dapat dipercaya. Selanjutnya, dibandingkan antara Fakta dan harapan/rencana untuk menghasilkan gap. Besar gap akan disesuaikan dengan tolok ukur tertentu sebagai hasil evaluasinya.
Pelaporan hasil evaluasi. Agar hasil evaluasi dapat dimanfatkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, hendaknya hasil evaluasi didokumentasikan secara tertulis.

1.      Pengertian Evaluasi BK
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Evaluation. Dalam buku “Essentials of Educational Evaluation”, Edwind Wand dan Gerald W. Brown, mengatakan bahwa : “Evaluation rafer to the act or prosses to determining the value of something”. Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan.
Perlu dijelaskan disini bahwa evaluasi tidak sama artinya dengan pengukuran (measurement). Pengertian pengukuran (measurement) adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas dari pada sesuatu.
Dari definisi evaluasi atau penilaian dan pengukuran (measurement) yang disebut diatas, maka dapat diketahui perbedaannya dengan jelas antara arti penilaian dan pengukuran. Sehingga pengukuran akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “How Much” (berapa banyak), sedangkan penilaian akan memberikan jawaban dari pertanyaan “What Value” (apa nilai).
Walaupun ada perbedaan antara pengukuran dan penilaian, namun keduanya tidak dapat dipisahkan. Karena antara pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang sangat erat. Penilaian yang tepat terhadap sesuatu terlebih dahulu harus didasarkan atas hasil pengukuran-pengukuran. Pada akhir pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling selalu tercantum suatu kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana tertentu.
Pendapat “Good” yang dikutip oleh I.Jumhur dan Moch. Surya (1975:154), tentang evaluasi adalah: “Proses menentukan atau mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melalui penilaian yang dilakukan dengan seksama”.
Evaluasi ini dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data) untuk mengetahui efektivitas (keterlaksanaan dan ketercapaian) kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil keputusan. Pengertian lain dari evaluasi ini adalah suatu usaha mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari perkembangan sikap dan perilaku, atau tugas-tugas perkembangan para siswa melalui program kegiatan yang telah dilaksanakan.
Lebih jauh Moch. Surya mengemukakan menilai bimbingan pada hakekatnya mengetahui secara pasti tentang bagaimana organisasi dan administrasi program itu, bagaimana guru-guru dan petugas-petugas bimbingan lainnya dapat berpartisipasi bagaimana pelaksanaan konseling dan bagaimana catatan-catatan kumulatif dapat dikumpulkan. Uraian tersebut merupakan penjabaran dari proses kegiatan Bimbingan dan Konseling, yang akhirnya perlu pula diketahui bagaimana hasil dari pelaksanaan kegiatan itu. Dengan kata lain bahwa penilaian yang dilakukan terhadap kegiatan Bimbingan dan Konseling ditujukan untuk menilai bagaimana kesesuaian program, bagaimana pelaksanaan yang dilakukan oleh para petugas Bimbingan, dan bagaimana pula hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi terhadap kegiatan Bimbingan dan Konseling, mengandung tiga aspek penilaian, yaitu:
  1. Penilaian terhadap program Bimbingan dan Konseling.
  2. Penilaian terhadap proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling.
  3. Penilaian terhadap hasil (Product) dari pelaksanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
2.      Tujuan Evaluasi BK
Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan ketercapaian tujuan dari program yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan suatu program, hal ini program Bimbingan dan Konseling, peranan evaluasi sangatlah penting. Hasil evaluasi akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi pelaksanaan program tersebut untuk selanjutnya.
1.    Tujuan Umum
Secara umum, penyelenggaraan evaluasi bimbingan dan konseling bertujuan sebagai berikut:
a.        Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan layanan bimbinga dan konseling.
b.        Mengetahui tingkat efesiensi dan efektifitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
c.        Secara operasional, penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling ditujukan untuk:
1)        Meneliti secara berkala pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
2)        Mengetahui tingakt efesiensi dan efektifitas dari layanan bimbingan dan konseling.
3)        Mengetahui jenis layanan yang sudah atau belum dilaksanakan dan atau perlu diadakan perbaikan dan pengembangan.
4)        Mengetahui sampai sejauh mana keterlibatan semua pihak dalam usaha menunjang keberhasilan pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
2.    Tujuan Khusus
Sedangkan secara khusus tujuan evaluasi bimbingan dan konseling adalah:
a.        Untuk mengetahui jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling apakah sudah ada atau belum diberikan kepada siswa di sekolah          (madrasah).
b.        Untuk mengetahui aspek-aspek lain apakah yang perlu dimasukkan kedalam program bimbingan untuk perbaikan layanan yang diberikan.
c.        Untuk membantu kepala sekolah (madrasah), guru-guru termasuk pembimbing atau konselor dalam melakukan perbaikan tata kerja mereka dalam memahami dan memenuhi kebutuhan tiap-tipa siswa.
d.       Untuk mengetahui dalam bagian-bagian manakah dari program bimbingan yang perlu diadakan perbaikan-perbaikan.
e.        Untuk mendorong semua personil bimbinga agar bekerja leih giat dalam mengembangkan program-program bimbingan.
3.    Fungsi Evaluasi BK
Adapun fungsi evaluasi program bimbingan dan konseling di sekolah adalah:
a.         Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru pembimbing konselor) untuk   memperbaiki atau mengembangkan program bimbingan dan konseling.
b.         Memberikan informasi kepada pihak pimpinan sekolah, guru mata pelajaran, dan orang tua siswa tentang perkembangan sikap dan perilaku, atau tingkat ketercapaian tugas-tugas perkembangan siswa, agar secara bersinergi atau berkolaborasi meningkatkan kualitas implementasi program BK di sekolah.
4.      Objek evaluasi

Berdasarkan objek, evaluasi di bagi dalam beberapa jenis yaitu :
1.  Evaluasi input
Evaluasi input yaitu evaluasi terhadap siswa mencakup kepribadian, sikap, da keyakinan.  Tujuan utama input adalah untuk meentukan bagaimana memanfaatkan input dalam mencapai tujuan program. Contoh :  program pemanduan anak bakat. Tujuan adalah, untuk mengembangkan kemampuan anak berbakat dalam bidang musik. Maka dalam program itu dinilai input yang bagaimanakah dapat menunjang pencapaian tujuan tersebut. Antara lain :
a.       Program pembinaan
b.      Biaya
c.       Hamabatan-hambatan
d.      Strategi yang mungkin dipilih
e.       Fasilitas belajar
f.       Lingkungan
g.      Sarana prasarana
h.      Bagaimana kualitas anak berbakat
i.        Kualitas staf yang mampu mendukung kegiatan belajar

2.  Evaluasi transformasi
Evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses pembelajaran antara lain materi, media, metode-metode dan lain-lain.
3.    Evaluasi output
Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran.
5.      Keharusan Melaksanakan Evaluasi BK
Membuat evaluasi berarti membentuk pendapat efisiensi dan efektifitas dari usaha-usaha untuk mencapai tujuan-tujuan, dengan menggunakan standar atau kriteria tertentu sebagai patokan. Dalam hal membuat evaluasi terhadap program bimbingan diselidiki apakah kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah membawa efek-efek yang diharapkan sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan untuk kegiatan-kegiatan. Teknisnya ialah dengan menerapkan kriteria-kriteria tertentu yang menjadi dasar penilaian terhadap efektifitas program bimbingan. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan bimbingan diinstitusi pendidikan dapat dibuktikan manfaat dan kegunaannya, sehingga pihak-pihak yang menginfestasikan tenaga dan dana dapat diyakinkan bahwa investasi itu tidak percuma. Dalam kenyataanya kiranya tidak ada program yang akan terbukti seluruhnya telah baik dan sempurna, sekurang-kurangnya setelah program ini dilaksanakan selama beberapa kurun waktu tertentu (satu tahun). Kebutuhan-kebutuhan orang muda yang dilayani melalui program bimbingan dari generasi ke generasi akan berubah, sehingga tujuan-tujuan yang ingin dicapai harus diubah dan kegiatan-kegiatan bimbingan harus ikut berubah. Namun perubahan-perubahan itu harus ditetapakan arah dan bentuknya berdasarkan data yang jelas, bukan atas dasar pandangan pribadi anggota-anggota staf pembimbing atau kesukaan mereka.
Evaluasi dapat bersifat formal atau dapat pula bersifat informal. Evaluasi formal mencakup suatu penelitian yang sistematis dan ilmiah, berdasarkan suatu desain dan dengan menggunakan metode serat alat/sarana tertentu. Evaluasi formal berusaha menentukan apakah kegiatan-kegiatan bimbingan yang telah dilakukan menurut rencana program yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, memang mencapai efek-efek yang diharapkan. Bagian inti dari evaluasi formal terletak dalam penentuan dan pelaksanaan prosedur yang sesuai untuk mengadakan suatu penelitian, apakah aktifitas-aktifitas bimbingan yang telah dilaksanakan menghasilkan perubahan-perubahan dalam perilaku orang-orang muda, menurut kriteria yang selaras dengan tujuan-tujuan layanan bimbingan. Sedangkan evaluasi informal adalah suatu proses penilaian terhadap efektifitas layanan bimbingan dan konseling tanpa berpegang pada suatu desain ilmiah dan tanpa menggunakan metode serta alat yang ditetapkan dalam desain. Evaluasi informal biasanya dilakukan sambil berjalan; dan merupakan kegiatan mental seseorang yang sedang menunaikan tugas.
Seorang professional yang melibatkan dirinya dalam tugas yang diembannya, akan cenderung untuk mencari indikasi-indikasi yang member balikan kepadanya tentang efek-efek dari tindakannya dan tentang persepsi orang-orang terhadapnya. Namun, evaluasi informal ini dapat dipengaruhi oleh prasangka-prasangka dan perasaan-perasaan pada orang professional itu sendiri, sehingga indikasi-indikasi yang ditemukannya mudah diartikan lain dari pada makna yang sebenarnya. Dalam kenyataan, evaluasi informal kerap mendasari keputusan-keputusan yang diambil mengenai perubahan-perubahan di dalam pengerahan tenaga dan bentuk kegiatan bimbingan. Oleh karena itu, suatu program bimbingan yang tidak memasukkan rencana dan pelaksanaan proyek evaluasi formal, tetapi mengandung kelemahan, betapapun tingginya frekuensi evaluasi informal.
Evaluasi atau penilaian diadakan melalui peninjauan terhadap hasil yang diperoleh setelah orang-orang muda berpartisipasi secara aktif dalam beberapa kegiatan bimbingan dan melalui peninjauan terhadap kegiatan-kegiatan itu sendiri dalam berbagai aspeknya.
Ø Peninjauan evaluatif yang pertama memusatkan perhatian pada efek-efek yang dihasilkan, sesuai dengan tujuan-tujuan bimbingan, dan dikenal dengan istilah evaluasi produk atau evaluasi rendemen.
Ø Peninjauan evaluatif yang kedua memusatkan perhatian kepada aspek-aspek kegiatan-kegiatan bimbingan yang mendahului tercapainya efek, termasuk tujuan-tujuan bimbingan, dan dikenal dengan nama evaluasi proses.
Evaluasi produk dan evaluasi proses keduanya bersifat komplementer. Evaluasi produk hanya meninjau efeknya, dan tidak memandang proses yang mendahului timbulnya efek. Seandainya produk yang dihasilkan kurang memuaskan; maka hal itu dapat kita temukan dengan cara menyoroti proses dalam pembimbingan secar kritis. Peninjauan evaluatif terhadap proses dapat menemukan kelemahan-kelemahan tertentu menjadi faktor-faktor penyebab bahwa hasilnya kurang memuaskan. Dengan demikian, evaluasi proses akan sangat bermanfaat  sebagai dasar bagi tindakan-tindakan korektif terhadap seluruh aktifitas bimbingan, sehingga produk yang dihasilkan akan lain atau dapat ditingkatkan.
Melalui evaluasi produk ini dapat diketemukan kelemahan-kelemahan dalam:
1.         Perencanaan program bimbingan
2.         Pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam bimbingan
3.         Pengarahan tenaga-tenaga bimbingan
4.         Supervise dan koordinasi yang diadakan oleh koordinaor bimbingan
5.         Persediaan dan penggunaan sarana-sarana material secara teknis dan,
6.         Kerjasama antara tenaga-tenaga pembimbing
7.         Pengelolaan administrasi bimbingan
Meskipun keharusan untuk mengadakan evaluasi formal sepenuhnya diakui, namun kenyataan di lapangan kita kerap menghadapi hambatan-hambatan yang menyangkut:
a.         Waktu dan tenaga staf pembimbing sudah terserap habis oleh kesibukan rutin mengelola kegiatan-kegiatan bimbingan, sehingga evaluasi, selain yang informal tidak terjangkau.
b.         Konselor sekolah menganggap dirinya kurang kompeten mengadakan studi evaluasi karena bekal yang diperoleh selama masa studi prajabatan dalam perencanaan dan pelaksanaan riset kurang.
c.         Perubahan-perubahan dalam perilaku orang muda yang bukan berupa prestasi-prestasi dibidang belajar kognitf, yaitu sikap, kebiasaan, kerelaan, dan perasaan, tidak mudah diukur dan dinilai dengan menggunakan metode serta alat yang tersedia sampai sekarang.
d.        Data yang terkumpul dalam rangka pengelolaan kegiatan bimbingan kerap tidak dikumpulkan dengan maksud menggunakannya sebagai data yang relevan bagi suatu studi evaluasiprogram, tetapi terkumpul dan tersimpan untuk maksud yang lain.
e.         Studi evaluasi membutuhkan biaya tersendiri,sedang dana yang dialokasikan untuk program bimbingan pada umumnya menutup pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan bimbingan yang rutin saja.
f.          Sangat sulitlah mendapatkan suatu kelompok kontro, seandainya akan diterapkan metode penelitian eksperimental.
g.         Tidak mudah menetapkan kriteria-kriteria yang dapat diandalkan dan tepat bagi evaluasi formal dalam lingkup layanan bimbingan.
h.         Menurut pandangan shaw dalam bukunya the function of theoty in guidance program (1968), ciri-ciri kepribadian yang menyertai pengambilan sikap evaluatif tidak menunjukkan korelasi positif dengan cirri-ciri kepribadian yang pada umumnya ditemukan pada orang-orang yang berniat terhadap profesi sebagai konselor sekolah.
Evaluasi produk terutama akan menyangkut kegiatan-kegiatan professional ekstern, khusunya layanan langsung kepada orang-orang muda. Untuk memperoleh produk yang diharapkan, dilakukan banyak kegiatan yang lain, yang lebih sering berkaitan dengan segi-segi proses membimbing dan dibimbing, seperti kegiatan professional intern, kegiatan-kegiatan tersebut sering mendapat sorotan khusus dalam rangka evaluasi proses.  
BAB III
PENUTUP
B.     Kesimpulan
Dari paparan yang dikemukakan tersebut, dapatlah ditarik suatu kesimpulan mengenai evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut ini.
1.    Evaluasi adalah Proses menentukan atau mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melaluipenilaian yang dilakukan dengan seksama.
2.    Tujun dari dilakukannya evalusi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling adalah untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian program layanan bimingan terebut.
3.    Prosedurnya meliputi fase persiapan, fase persiapan alat/instrument evaluasi, fase pelaksanaan kegiatan evaluasi, fase menganalisis hasil evaluasi, fase penafsiran atau interprestasi dan pelaporan hasil evaluasi.
C.    Saran
Dengan memperhatikan hal tersebut, sekiranya dapatlah diajukan saran-saran sebagai berikut ini.
1.    Hendaknya proses evaluasi terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dipersiapkan dengan sepenuh hati sehingga hasil yang didapat sesuai dengan apa yang diharapkan.
2.    Dalam pelaksanaan evaluasi hendaknya dilakukan dengan teratur, terarah serta sesuai dengan apa yang direncanakan.